Salah satu binatang favoritku adalah kucing. Tidak semua kucing memang. Aku senangnya hanya kepada kucing yang polos, bersih, dan minimalis (maksudnya yang punya warna minim, tidak banyak).
Alasanku kenapa menyukai kucing adalah karena kucing ternyata merupakan hasil gabungan dari dua sifat yang berlawanan: baik dan buruk. Lembut dan keras. Jinak dan liar. Kucing punya simbol kekerasan. Lihatlah cakar, gigi-gigi taring, dan ketajaman tatapan matanya. Tapi ia pun memiliki ciri kelembutan yang tiada taranya dalam dengusan dan aumannya. (Aku paling senang jika tengah membelai kucing yang tengah tertidur pulas, karena saat itu terdengarlah dengusannya yang sangat menyentuh)
Karena favorit, aku mencoba menirunya. Mengambil yang pantas diambil. Aku berharap memiliki kelembutan mirip kucing. Bersahabat dengan siapa saja. Bertutur kata dan bertingkah lembut dengan siapapun.
Tapi jangan sekali-kali injak ekor kucing. Harga dirinya. Ia bisa sangat liar dan sudi melukai siapapun. Ingat, kucing sebenarnya masih berkerabat dengan macan. Sifat dan perilakunya tak jauh beda.
Aku ingin lembut dengan siapa pun. Tapi jangan sekali-kali sentuh hal-hal yang sensitif. Aku bisa jadi “macan”.
0 Response to “BISA KUCING, BISA MACAN”
Posting Komentar